MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga memaparkan bahwa kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun dari 9,4% pada 2016 menjadi 6,6% di 2024. Sedangkan prevalensi kekerasan terhadap anak-anak yaitu anak laki-laki, prevalensi turun dari 61,7% pada 2018 menjadi 49,83%, dan untuk anak perempuan dari 62% menjadi 51,78%.
Hal itu disampaikan dalam rilis hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 di Jakarta, Senin (7/10).
"Survei SPHPN dan SNPHAR adalah survei yang sangat penting karena negara melihat isu kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah isu krusial di masyarakat. Hasil dari kedua survei menunjukkan penurunan yang berarti, dilihat dari tren prevalensi yang dimulai tahun 2016,” ucap Menteri PPPA.
Baca juga : Survei Pengalaman Hidup Perempuan Tahun 2024 akan Dilaksanakan
Ia juga menyebut hasil survei SPHPN dan SNPHAR bermanfaat untuk membantu menganalisis risiko kekerasan serta perlindungan yang diperlukan. Selian itu menjadi masukan penting dalam mengembangkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk program pemberdayaan perempuan.
"membantu saat melakukan evaluasi dan menyempurnakan kebijakan yang sudah ada, dan menjadi referensi berharga untuk penelitian lebih lanjut tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Bintang.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati menyatakan SPHPN tahun 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya.
Baca juga : ChildFund International Luncurkan Kajian Perundungan Online di Indonesia
Hasil prevalensi kekerasan SPHPN 2024 lebih rendah dari prevalensi global di mana 1 dari 3 pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya. Hasil survei 2024, terjadi penurunan prevalensi kekerasan seksual dan/atau fisik terhadap perempuan oleh pasangan dan/atau selain pasangan baik dalam setahun terakhir (-2,1%) maupun seumur hidup (-2%), jika dibandingkan dengan tahun 2021.
"Kekerasan terhadap perempuan cenderung terjadi pada perempuan yang tinggal di perkotaan, berpendidikan SMA ke atas, dan/atau yang bekerja," kata Ratna.
Hasil SPHPN juga menunjukkan bahwa pada tahun 2024 prevalensi kekerasan berbasis gender online (KBGO) menurun dan umunnya terjadi pada perempuan usia 15-24 tahun. Terjadi pula penurunan praktik sunat perempuan usia 15-49 tahun jika dibandingkan dengan tahun 2021. Penurunan juga terjadi pada prevalensi angka KDRT yaitu sebesar 2,5%.
Baca juga : 7 Ribu Kekerasan Dialami Perempuan Sepanjang 2021
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengungkapkan SNPHAR dilakukan di 15.120 sampel di 1.512 blok sensus yang tersebar di 189 kabupaten/kota. Dari hasil SNPHAR, diperkirakan sekitar 11,5 juta atau 50,78% anak usia 13-17 tahun, pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.
Angka prevalensi kekerasan terhadap anak pada SNPHAR 2024 lebih rendah dari pada tahun 2018, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi tahun 2021, baik pada kekerasan sepanjang hidup maupun dalam 12 bulan terakhir.
"Data perbandingan ini tidak dapat dengan sendirinya disimpulkan bahwa terjadi penurunan atau peningkatan angka prevalensi kekerasan terhadap anak. Membandingkan kekerasan sepanjang hidup mungkin akan mengandung bias ingatan, karena harus mengingat kejadian dalam waktu yang lebih lama," kata Nahar. (S-1)