Putri, karyawan swasta di Jakarta Utara, tergiur diskon produk kecantikan yang ditawarkan sebuah lokapasar . Untuk mendapatkan diskon tersebut, Putri harus menggunakan opsi pembayaran PayLater.
Tak perlu pikir panjang, Putri lalu mulai menjajal PayLater pada 2021. Seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa menggunakan layanan tersebut sebagai opsi pembayaran.
“Awalnya cuma digunakan ketika ada diskon, tapi belum bisa top up saldo, terus di tahun itu lagi banyak-banyaknya diskon kalau pembelian menggunakan SPayLater. Di tahun itu masih 2-3 bulan sekali menggunakan SPayLater,” cerita Putri kepada kumparan.
Tak cukup satu platform saja, Putri juga menjajal layanan aplikasi PayLater lainnya untuk membeli tiket transportasi publik. Semenjak merantau untuk bekerja, ada momen Putri merasa terpaksa dan ‘kepepet’ menggunakan PayLater.
“Jadi intensitasnya tiap bulan pasti ada pakai PayLater,” ungkap Putri.
Putri mengaku PayLater sangat memudahkan hidupnya. Sebab, pada saat itu belum mampu mendaftar kartu kredit. Kendati begitu, dengan kesadaran penuh, dia merasa PayLater bisa menjadi jebakan karena limit pinjaman sangat mudah naik, jika pelunasan dilakukan tepat waktu.
“Buruknya sih jadi terlilit utang. Jadi kalau mau pakai PayLater harus sadar aja sih bahwa penggunaannya tuh buat 'menyehatkan mutasi', bukan untuk hura-hura tanpa perhitungan,” ucap Putri.
Hal yang sama juga dirasakan Hira, seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan, mulai menggunakan PayLater sejak kurang lebih 2 tahun ke belakang karena tawaran diskon. Iming-iming promo membuat Hira tergoda.
“Awalnya karena iming-iming promo aplikasinya. Bisa gede banget dapet diskon gitu kalo transaksi pakai PayLater. Soalnya isi GoPay ada biaya admin juga kan, jadi kadang itungannya kalo pakai PayLater tapi lebih banyak dapet diskon, malah murahan pake PayLater,” jelas Hira.
Meski demikian, Hira tidak rutin meminjam di PayLater setiap bulan. Kebiasaan menghindari tunggakan utang membuatnya tidak terlalu bergantung pada opsi pembayaran tersebut.
Karena sudah cukup rutin menggunakan PayLater, Hira merasa tidak membutuhkan kartu kredit. Menurutnya, selama tidak ada kebutuhan darurat dengan nilai besar, dia tidak akan memilih kartu kredit yang biasanya memiliki limit lebih besar.
Namun, berbeda dengan Fitri yang menilai kartu kredit lebih menguntungkan baginya dibanding PayLater. Karyawan swasta di Jakarta Selatan itu juga lebih lama menggunakan kartu kredit daripada PayLater.
Fitri menjelaskan kartu kredit efektif baginya untuk mengatur arus kas keuangan ketika ada pengeluaran yang besar.
“Enggak pernah ada masalah sama PayLater, tapi kurang sreg aja di sana, banyak biaya tambahannya. Belum lagi kalau telat bayar. Lebih enjoy pakai kartu kredit,” ungkap Fitri.