Santri Penjaga Negeri Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan

2 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Santri Penjaga Negeri Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan (Dok. Pribadi)

HARI Santri yang jatuh pada 22 Oktober, kini kembali hadir menyapa. Secara formal, Hari Santri ini merupakan ‘hari rayanya’ para santri, tapi tidak berarti menutup pintu bagi pihak-pihak lain yang non-santri untuk ikut merayakannya. Sebab, keberadaan santri sendiri di negeri ini bukanlah kelompok eksklusif yang terpisah dari kelompok-kelompok lain sesama warga negara.

Semangat kesatuan dan persaudaraan kaum santri sebagai sesama warga negara itu di antaranya tecermin dari trilogi ukhuwah yang dipegang mereka, bahwa santri selain diajarkan untuk membangun persaudaraan antarsesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), juga diajarkan membangun tali persaudaraan dengan sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan antarsesama umat manusia (ukhuwah basyariyyah). Dengan semangat persaudaraan universal inilah, perjuangan kaum santri bukan untuk kaum santri sendiri, melainkan bagi seluruh warga negara, bahkan untuk semua umat manusia.

Sebagai komunitas yang mempunyai ajaran trilogi ukhuwah tersebut, kaum santri juga tak pernah absen dalam setiap perjuangan nasional. Bisa dipastikan, di setiap peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah kebangsaan, santri senantiasa hadir mewarnai sejak prakemerdekaan hingga sekarang.

Meski pada masa-masa tertentu peran kaum santri sering dinihilkan, dan keberadaannya dimarginalkan oleh rezim atau kelompok tertentu, mereka tak pernah berhenti mencintai negeri ini.

Sudah menjadi semacam ‘doktrin’ bahwa tugas santri selain memperjuangkan agama, juga menjaga negeri tercinta: Indonesia.
‘Doktrin’ itu tidak dibangun dari slogan kosong, melainkan dari perjuangan nyata para leluhur kaum santri. Hari Santri merujuk pada peristiwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini berisi seruan kewajiban berjihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah, hingga memuncak pada perlawanan 10 November 1945, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Resolusi Jihad yang menjadi dasar ditetapkannya Hari Santri adalah salah satu peristiwa historis penting yang menunjukkan kiprah santri dalam menjaga dan mempertahankan NKRI. Peristiwa-peristiwa kebangsaan lain yang tak kalah heroiknya juga banyak melibatkan kaum santri. Perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro, misalnya, jelas menunjukkan bagaimana kaum santri sejak prakemerdekaan telah menunjukkan semangat antikolonialisme dan imperialisme demi membela dan menjaga tanah air.

Maka, Hari Santri 2024, yang mengusung tema Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan, merupakan momentum untuk merefleksikan kembali eksistensi kaum santri dalam posisi sebagai penjaga negeri. Menyambung Juang yang berarti meneruskan semangat juang, Merengkuh Masa Depan adalah sebuah ungkapan yang berarti bergerak bersama menuju sejahtera. Secara keseluruhan, arti tema ini adalah perjuangan yang berkelanjutan para santri dalam merengkuh masa depan yang sejahtera, serta dengan semangat serta keberanian nilai-nilai luhur yang selalu dijaga dan diteruskan. Tema ini sangat relevan dengan kondisi di zaman sekarang.

MI/Duta

Nasionalisme kaum santri

Tanpa harus membaca What is a Nation?-nya Ernest Renan atau The Social Contract and Discourses-nya JJ Rousseau, kaum santri sejak dulu sudah menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Maka, semangat kaum santri dalam mencintai dan membela negeri pada tahapnya yang paling fundamental tidak terbangun melalui teori-teori nasionalisme Barat.

Prinsip atau dasar kaum santri untuk membela dan menjaga tanah airnya adalah kesadaran bahwa Indonesia merupakan rumah sendiri. Seperti dikatakan KH Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus di berbagai kesempatan, para kiai pesantren sejak dulu mengajarkan cinta tanah air kepada para santri mereka melalui prinsip yang sederhana tapi mendalam: ‘Indonesia adalah rumahmu, jagalah!’.

Ajaran autentik dari para kiai pesantren inilah yang membangkitkan kesadaran para santri akan pentingnya mencintai dan menjaga tanah air sehingga para santri itu sendiri mampu memosisikan dirinya sebagai ‘orang Indonesia yang beragama Islam’.

Statement ‘santri adalah orang Indonesia yang beragama Islam’ bermakna bahwa santri di Indonesia adalah tuan rumah, bukan turis asing yang sedang ngontrak atau ngekos di Indonesia. Sebagai tuan rumah, apabila Indonesia diserang atau diacak-acak pihak lain, bisa dipastikan, tanpa menunggu komando, kaum santri akan bergerak membela rumahnya itu.

Kesadaran historis seperti inilah yang menjelaskan mengapa kaum santri tidak pernah memberontak atau melakukan makar terhadap negara.

Filosofi ‘Indonesia adalah rumah sendiri’, selain menumbuhkan kesadaran akan cinta tanah air di kalangan kaum santri, juga membuat mereka menyadari dan mengakui seluruh penghuni ‘rumah’ itu yang ternyata tidak satu, melainkan beragam warna. Artinya, kaum santri juga menjunjung tinggi semangat pluralitas.

Kesadaran pluralitas kaum santri ini berada dalam satu tarikan napas dengan semangat nasionalisme mereka. Santri yang nasionalis bisa dipastikan berjiwa pluralis. Pasalnya, realitas keindonesiaan dibangun oleh keragaman, bukan keseragaman.

Maka, santri yang memahami semangat kebangsaan seperti ini tentu tidak segan untuk membangun pergaulan dan solidaritas secara luas dengan kelompok yang berbeda suku, warna kulit, agama, dan golongan.

Semangat membangun solidaritas dengan sesama anak bangsa yang berbeda-beda itu sudah ditunjukkan oleh kaum santri sejak zaman kemerdekaan. Diungkapkan Zamakhsyari Dhofier dalam Tradisi Pesantren (2011:71-72) bahwa kaum pribumi hasil didikan sekolah Belanda di masa-masa bangkitnya nasionalisme keindonesiaan yang berhasil menggeser popularitas kaum priayi telah lahir sebagai kaum elite baru, tetapi tak mampu menggantikan otoritas kiai sebagai pemimpin agama.

Dengan begitu, mereka menggalang kebersamaan dengan para kiai untuk membentuk organisasi sosial, kebudayaan, profesional, dan politik bagi kaum pribumi dalam rangka membangun kesadaran masyarakat untuk kemerdekaan Indonesia.

Senada dengan Dhofier, sejarawan Sartono Kartodirdjo (dalam Ali Maschan Moesa, 2007) juga menyebutkan bahwa perlawanan sosial-politik terhadap kaum kolonial banyak dipelopori dan digerakkan kaum santri tradisional, terutama oleh para kiai, para haji dan guru ngaji. Bahkan tak jarang demi membangun kekuatan perlawanan itu, para kiai pesantren sering bekerja sama dengan kaum bangsawan.

Berdasarkan paparan sejarah seperti itu bisa terbilang aneh kalau pascakemerdekaan muncul wacana bahwa santri di Indonesia adalah kelompok terpisah, bahkan antitesis dari kelompok nonsantri seperti priayi dan abangan. Semangat pluralitas dan toleransi, sebagai konsekuensi dari kesadaran nasionalisme dan patriotismenya, tidak membuat kaum santri memosisikan diri sebagai kekuatan yang berhadap-hadapan dengan, atau antitesis dari, kelompok lain sesama warga negara yang berbeda.

Dengan prinsip ukhuwah wathaniyah yang dipegang kaum santri, warga negara lain yang berbeda dianggap sebagai saudara yang harus dihormati.

Bagi santri, membangun persaudaraan, kerukunan, dan keharmonisan antarsesama anak bangsa merupakan bagian dari upaya menjaga Indonesia, karena isi dan penghuninya memang beragam. Apalagi sekarang digalakkan moderatisme agama oleh Kementerian Agama, maka semangat pluralitas dan toleransi kaum santri seharusnya makin kokoh. Musuh kaum santri bukanlah kelompok lain yang berbeda, melainkan ketidakadilan dan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi dan keutuhan NKRI.

Santri membangun negeri

Di masa silam, peran santri untuk membela dan menjaga negeri diwujudkan dengan berperang fisik untuk melawan (fight against) kolonialisme dan imperialisme. Jadi, perjuangan santri dulu demi menjaga tanah air cenderung fight against karena situasinya memang menuntut demikian.

Namun, saat ini situasinya sudah lain, di mana sistem politik sekarang memberikan peluang yang sama terhadap seluruh anak bangsa, termasuk kepada kaum santri.

Karena itu, pola perjuangan kaum santri sekarang yang lebih diperlukan bukanlah fight against, melainkan fight for alias turut terlibat aktif dalam membangun negeri. Hal itu seperti diungkapkan Nurcholis Madjid dalam Tradisi Islam (2008) bahwa tantangan sekarang tidak lagi lebih banyak ‘berjuang melawan’ (fight against) seperti dahulu ketika negara terancam oleh ideologi anti-Pancasila dan anti-agama; tantangan sekarang lebih banyak menuntut kemampuan ‘berjuang untuk’ (fight for) yang bersikap proaktif.

Dengan demikian, hal yang harus menjadi fokus kaum santri sekarang ialah membangun kualitas dan kemampuan diri sebaik-baiknya sehingga bisa turut berperan dalam membangun bangsa dan negara di berbagai bidang. Negara sekarang lebih banyak menuntut SDM-SDM unggul dan tenaga-tenaga profesional di berbagai bidang. Tidak hanya di bidang agama, tetapi juga ekonomi, pendidikan, politik, budaya, sains, teknologi, kelautan, pertambangan, kehutanan, dan sebagainya. Perjuangan santri sekarang dalam menjaga negeri ialah bagaimana memberikan kontribusi terbaik di berbagai bidang itu demi kemajuan bangsa dan negara.

Untuk menunjang peran ...

Read Entire Article