PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah tokoh yang akan menduduki posisi menteri Dan wakil menteri serta kepala badan di kabinet pemerintahan yang akan dipimpinnya. Pemanggilan itu dilakukan Prabowo pada Senin-Selasa, 14-15 Oktober 2024 di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan.
Sejumlah tokoh yang datang memenuhi panggilan Prabowo ke Kertanegara, di antaranya masih merupakan wajah lama atau yang saat ini menjabat di kebinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Salah satunya ialah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Kepada media yang tengah menunggunya di luar, Sri Mulyani dengan gamblang menyatakan bahwa ia diminta Prabowo untuk membantu pemerintahannya dengan posisi yang masih sama, yakni menteri keuangan.
"Pada saat pembentukan kabinet beliau (Prabowo Subianto) meminta saya untuk menjadi menteri keuangan kembali," kata Sri Mulyani seusai bertemu Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta, Senin (14/10).
Sri Mulyani juga menepis rencana perombakan kementerian yang akan dipecah dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN), yang selama ini justru digembar-gemborkan Prabowo dalam beberapa kesempatan terutama saat masa kampanye. "Enggak ada (Kemenkeu dipisah)," katanya.
Janji Prabowo yang akan membentuk Badan Penerimaan Negara sejatinya merupakan langkah yang serius. Bahkan, hal tersebut sudah masuk dalam Asta Cita, visi misi Prabowo-Gibran. Berasal dari Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak yang dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), badan tersebut nantinya bertugas untuk meningkatkan rasio pajak. Cita-cita tersebut tentu diapresiasi dan disambut suka cita banyak pihak di tengah harapan menggenjot pendapatan negara.
Menurut pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Yanuar Rizky, pembentukan Badan Penerimaan Negara oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai positif untuk keuangan negara ke depannya. Rencana pembentukan badan tersebut dapat berperan pada fokus mendongkrak pendapatan negara.
Yanuar menuturkan bahwa dari sisi objektifitas, tujuan pembentukan BPN tersebut sangat bagus. Selain itu, pembentukan BPN juga akan mengurangi tugas dan fungsi dari seorang menteri keuangan yang saat ini terlalu luas.
“Jadi, sepanjang waktu reorganisasi kelembagaannya dapat singkat konsolidasinya, akan positif bagi fokus penerimaan negara,” ungkapnya kepada wartawan.
Namun, Yanuar mengakui penataan kelembagaan ataupun organisasi BPN pasti akan membutuhkan waktu. “Dari sisi objektif, ya tujuannya bagus,” ujarnya.
Sebelumnya, Prabowo Subianto berencana membentuk BPN. Lembaga gagasan Prabowo ini bahkan sudah masuk dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Hal ini merupakan bagian dari rencana Prabowo Subianto untuk memisah Direktorat Pajak serta Bea Cukai dari Kementerian Keuangan. Niatnya, BPN dapat menggenjot rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau yang lebih dikenal dengan tax ratio.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tax ratio Indonesia sempat menyentuh level 13% di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, di era pemerintahan Joko Widodo maksimum hanya 10,85%, tapi rerata di bawah 10%, dan pada 2024 ini menyentuh level terendah 8,57%.
Prabowo memiliki PR (pekerjaan rumah) besar untuk menggenjot tax ratio agar paling tidak bisa menyeimbangkan dengan tax ratio negara-negara Asean, dan pembentukan BPN dapat dinilai sebagai bentuk political will yang patut diacungkan jempol yakni bisa menggenjot tax ratio tersebut.
BPN adalah badan baru yang direncanakan akan fokus menangani urusan pajak, penerimaan negara bukan pajak, serta bea dan cukai. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, badan ini juga akan bertugas untuk meningkatkan rasio pajak untuk anggaran pendapatan dan belanja begara (APBN). (J-2)