Jessica Kumala Wongso telah mendaftarkan permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus kopi sianida yang menjeratnya. Ada dua alasan utama yang menjadi dasar pengajuan PK ini.
"Alasan PK, kami ini ada beberapa hal. Pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini," kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan, di PN Jakpus, Rabu (9/10).
Otto mengatakan, novum atau bukti baru itu adalah rekaman CCTV utuh yang menangkap seluruh peristiwa di Kafe Olivier -- lokasi Wayan Mirna Salihin tewas diduga diracun Jessica.
"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di Oliver," kata Otto.
Selama ini, Otto menyebut, CCTV yang diputar dalam persidangan tak jelas asal usulnya. Namun kemudian dijadikan dasar bagi pengadilan untuk menghukum Jessica.
Ia tetap berkeyakinan bahwa Jessica tak melakukan pembunuhan. Karena tak ada satu pun saksi yang melihat. "Jadi dasarnya itu, kalau CCTV tidak ada, tidak bisa dihukum karena tidak ada saksi pun yang melihat," ucap Otto.
Ia mengaku sempat protes saat ada bukti rekaman CCTV yang jadi bukti dalam persidangan. Sebab, Otto menyebut bahwa rekaman CCTV itu tidak jelas sumbernya.
Otto pun mempertanyakan keterangan ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, yang pernah menyebut punya rekaman CCTV. Ia merujuk wawancara Edi oleh salah satu stasiun televisi.
"Dia mengeluarkan CCTV itu, dia mengatakan bahwa ini adalah CCTV yang ada di Oliver dan tidak pernah ditayangkan di persidangan dan ini disimpan sama dia," sebut Otto.
"Artinya, berarti seluruh rangkaian CCTV itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya. Nah salah satu di antaranya adalah yang diambil oleh Bapaknya (Mirna), Darmawan Salihin," sambungnya.
Belum ada keterangan dari Edi Darmawan Salihin mengenai pernyataan Otto tersebut.
Selain itu, Otto menjelaskan, ada perubahan kualitas gambar dalam CCTV yang ditampilkan dalam persidangan. Ini lantas memunculkan adanya dugaan rekayasa kasus.
Di mana, kualitas gambar CCTV yang menurun membuat hakim hanya bisa mengandalkan keterangan dari saksi ahli.
"Inilah yang menjadi ditayangkan seakan-akan karena kekaburan ini gak ada yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi lagi. Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu," papar dia.
Di sisi lain, Otto menyebut, PK ini juga diajukan lantaran adanya kekeliruan hakim. Kekeliruan timbul lantaran tak pernah dilakukannya autopsi terhadap jasad Mirna.
"Hanya karena dalam kasus Jessica inilah ada di tuduh dia bersalah melakukan pembunuhan dengan racun tapi korbannya tidak diautopsi," jelas Otto.