Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang diajukan oleh Antonius Nicholas Stephanus (A.N.S) Kosasih, mantan Direktur Investasi PT Taspen (Persero). Putusan dibacakan pada hari ini, Rabu (16/10).
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya, dikutip dari laman MK.
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menyatakan bahwa pada bagian menimbang UU Tipikor telah menegaskan pada pokoknya tindak pidana korupsi adalah jenis tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Tindak pidana korupsi masalah serius karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial politik, merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas bangsa serta menciptakan kemiskinan yang masif.
Menurut Enny, oleh karena sifatnya yang sangat merusak, korupsi telah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extraordinary crime). Bahkan, jika dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan dapat disejajarkan dengan tindak pidana berat lainnya, seperti terorisme, penyalahgunaan narkotika, atau perusakan lingkungan berat.
Selain itu, tindak pidana korupsi telah disejajarkan dengan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi sebagaimana diatur dalam Statuta Roma.
Dengan demikian, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara serius bahkan dengan cara-cara yang luar biasa sebagai konsekuensi yuridis akibat sedemikian sistematis dan meluasnya tindak pidana korupsi yang berakibat telah menimbulkan kerugian negara dan menyengsarakan rakyat.
"Lebih lanjut, berkenaan tindak pidana korupsi yang dipandang sebagai tindak pidana yang mempunyai dampak yang sangat luas, maka secara kategoris, UU Tipikor telah memberikan klasifikasi terkait tindakan apa saja yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, suap menyuap, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi," ujar Enny.
Selanjutnya, Enny menyampaikan berkenaan isu konstitusionalitas norma yang dipersoalkan oleh Kosasih, jika dicermati oleh Mahkamah, yaitu berkaitan dengan tidak adanya unsur "actus reus" dalam norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, yang menurut pemohon dapat menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.
Kosasih dalam permohonannya meminta agar norma pasal-pasal dimaksud dinyatakan inkonstitusional, khususnya setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016.
Menurut Enny, penting bagi Mahkamah untuk menguraikan lebih lanjut hakikat unsur "actus reus" dan relevansinya dengan tindak pidana korupsi, khususnya berkaitan relasinya dengan syarat absolut norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.
Pengertian dari actus reus secara terminologi adalah perbuatan fisik atau tindakan konkret yang dilakukan oleh subjek hukum tertentu yang merupakan tindak pidana. Dalam konteks perbuatan yang merupakan tindak pidana maka unsur esensial yang bersifat fundamental adalah tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum dimaksud harus bersifat melawan hukum.
Lebih lanjut, actus reus secara universal sering disebut juga dengan unsur eksternal atau unsur objektif dari suatu perbuatan yang masuk kategori tindak pidana. Oleh karena itu, dalam perspektif hukum pidana, actus reus harus merujuk adanya dua unsur penting yaitu adanya perbuatan atau tingkah laku dan unsur perbuatan tersebut bersifat melawan hukum.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah ant...