KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan prihatin dengan kasus penghukuman santri dengan disiram air cabai di sebuah pondok pesantren di Aceh Barat. Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengaku sangat miris bahwa pendekatan hukuman kekerasan masih dilakukan.
Ai mengatakan bahwa saat ini pendekatan hukuman terhadap anak harusnya bersifat disiplin positif. Disiplin positif, katanya, adalah membangun kesadaran dari awal, lalu dibina di tengah, dan di hilirnya ada konsekuensi yang disadari bersama.
"Pendekatan ini yang harus diutamakan dalam pendidikan kita. Sekarang pernah tidak misalnya anak ini diajak ngomong kalau kamu tidak boleh merokok? Kan kita tidak tahu karena belum diawasi secara langsung tetapi ketika ketahuan langsung dihukum," kata Ai di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Baca juga : Permendikbud-Ristek 46/2023 Jadi Upaya Pemerintah untuk Cegah Kekerasan di Satuan Pendidikan
Ia mengatakan bahwa KPAI sudah berkoordinasi dengan leading sektor Kemenag untuk pengasuhan pesantren ramah anak. Di sisi lain KPAI menekankan bahwa peristiwa-peristiwa seperti ini jangan dilihat hanya persoalan ranah hukum atau pelaporan di kepolisian.
"Kalau dalam konteks pendidikan, tidak bisa hanya (pendekatan) hukum, tetapi dilihat bentuk-bentuk misalnya ternyata belum ada edukasi, ternyata masih ada paradigma lama terkait kekerasan. Belum ada pendekatan konsekuensi, pendekatan disiplin positif," papar Ai.
Sebelumnya pada Senin (30/9), seorang santri berusia 15 tahun di sebuah pondok pesantren di Aceh Barat menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan istri pimpinan pesantren, NN (40).
Tindakan tersebut dipicu setelah si santri kedapatan merokok. Pelaku menghukumnya dengan cara menggunduli kepalanya dan menyiram tubuhnya menggunakan air yang dicampur dengan cabai.
Aksi ini terekam dalam video dan menyebar luas di media sosial zehingga memicu kecaman dari berbagai pihak. Akibat tindakan ini, korban mengalami luka fisik serta trauma psikologis yang membutuhkan perawatan intensif. (S-1)