PT Pertamina (Persero) melalui anak usaha Pertamina Hulu Energi yaitu Pertamina EP melakukan injeksi Karbon Dioksida atau CO2 di Lapangan Sukowati. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan produksi sekaligus sebagai langkah menuju dekarbonisasi.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, bilang langkah ini menambah kepercayaan Pertamina dalam meningkatkan produksi Lapangan Sukowati.
“Dengan telah berhasilnya tahapan pertama, tahapan kedua ini pun akan dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi, khususnya dalam peningkatan produksi dari blok Sukowati,” kata Nicke kepada wartawan di Lapangan Sukowati, Bojonegoro, Jawa Timur pada Senin (14/10).
Injeksi CO2 dengan metode Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk tahap interwell kali ini, dilakukan di Wellpad B Lapangan Sukowati tepatnya untuk sumur SKW 26.
Hal ini merupakan langkah kelanjutan dari proses huff and puff yang sebelumnya sudah dilakukan di Wellpad A Lapangan Sukowati. Selain di Lapangan Sukowati, sebelumnya Pertamina juga melakukan injeksi CO2 di Lapangan Jatibarang.
Dengan injeksi CO2 yang dilakukan, Nicke menyebut Pertamina menargetkan peningkatan produksi hingga 14 persen. Sampai saat ini, total produksi per hari dari Lapangan Sukowati mencapai 4.000 barel per hari.
“Hari ini, ini 4.000 barel per hari dari yang B dan juga A Sukawati. Tentu dari situ kita harapkan adanya peningkatan produksi. Sementara ini 14 persen, tentu kita harapkan bisa lebih besar lagi,” lanjut Nicke.
Jumlah CO2 yang digunakan untuk injeksi di Lapangan Sukowati adalah 2.500 ton. Proses injeksi akan dilakukan selama 25 hari dengan rincian injeksi 100 ton per hari.
Dalam injeksi kali ini, Pertamina juga menggandeng beberapa mitra dari luar negeri yaitu Japan Petroleum Exploration Company (JAPEX) dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC).
Upaya Dekarbonisasi, Injeksi Pakai Karbon Industri
Dalam sambutannya Nicke menyebut langkah ini juga merupakan pembuktian Pertamina dalam melakukan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) atau penyimpanan CO2 dari berbagai sumber seperti pembangkit listrik tenaga batu bara dan fasilitas industri. Hal ini adalah upaya Pertamina untuk mencapai dekarbonisasi di tahun 2060.
“Namun demikian kita sama-sama ketahui dengan target net zero emission Indonesia yang dicapai paling lambat di tahun 2060. Maka kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang memang menghasilkan karbon emisi ini harus kita kurangi. Maka ini adalah langkah awal untuk kita melakukan pembuktian mengimplementasikan Carbon Capture Utilization and Storage,” ungkapnya.
Untuk saat ini, CO2 yang digunakan masih berasal dari industri yaitu industri pupuk dan beberapa industri lainnya.