PEMERINTAH telah menyerahkan 7.599 rekening bank yang diindikasikan terkait dengan judi dalam jaringan (daring/online/judi online/judol) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk diblokir. Jumlah tersebut terekam dalam data Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga 14 Oktober 2024.
“Ini dilakukan (pemblokiran) karena selain kerugian finansial, judi online berdampak pada aspek psikologis di masyarakat yang mencakup depresi maupun kasus-kasus ekstrim seperti pembunuhan, pencurian, dan sebagainya,” kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam Diskusi Publik Perangi Judi Online di Jakarta, Kamis (17/10).
Merujuk data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi keuangan yang terlibat pada judi online tercatat menembus Rp600 triliun hingga September 2024. Selain itu, pemerintah juga telah memblokir 4,7 juta konten terkait judi online serta menertibkan 72 ribu konten judi online yang disisipkan pada situs Kementerian/Lembaga (K/L) pemerintahan dan institusi pendidikan.
Karenanya, imbuh Budi, peningkatan literasi keuangan masyarakat perlu untuk terus ditingkatkan. Dari data OJK, peningkatan literasi keuangan tercatat naik dari 38,03% di 2019 menjadi 65,43% di 2024. Kenaikan itu menurutnya patut diapresiasi namun belum sepenuhnya memuaskan.
“65% baru 2 per 3 masyarakat Indonesia yang terliterasi keuangan digital. Masih ada masyarakat lagi yang harus terus kita literasi dengan baik,” jelasnya.
Selain memblokir rekening bank, kata Budi, pemerintah juga telah mengajukan pemblokiran 573 akun dompet digital (e-wallet) yang terindikasi judol kepada Bank Indonesia. Setidaknya nilai transaksi judol melalui e-wallet tercatat menembus Rp5,6 triliun.
Salah satu e-wallet yang digunakan para pelaku judol ialah Gopay. Setidaknya, Budi mengatakan telah memberikan teguran kepada perusahaan tersebut. “Kita kasih tahu mereka, jangan sampai ada lagi. Tapi kan memang sebenarnya dari pihak pengelola e-wallet ini juga untuk tidak memfasilitasi judi online. Bahwa masih ada kebocoran di kanan dan kiri, ya itu oknum lah,” tuturnya.
Sementara itu Chief of Public Policy and Government Relations GoTo Ade Mulya memastikan Gopay tak memfasilitasi pelaku judol untuk bertransaksi melalui jasa dompet digitalnya. Gopay, kata dia, telah menerapkan langkah-langkah pengamanan untuk menekan praktik tercela itu.
“Jadi tidak pernah Gopay itu memfasilitasi judol. Teknologi ini memang sebenarnya mempermudah, tapi jangan lupa ada juga risikonya. Karena itu Gopay juga menerapkan tiga pilar terkait itu, yaitu teknologi itu sendiri, kolaborasi, dan edukasi,” kata dia.
Dari sisi teknologi, kata Ade, Gopay menerapkan pengamanan sejak sebelum transaksi dilakukan hingga transaksi selesai dilakukan oleh pengguna jasa. Itu menurutnya menjadi langkah pencegahan dari hal-hal yang tak diinginkan.
“Saat ini kami menggunakan AI juga untuk membantu deteksi transaksi mencurigakan. Ada juga teknologi yang otomatis bisa mempelajari pola transaksi pengguna. Jadi kalau terlihat mencurigakan kita bisa segera ambil langkah pada akun terkait,” pungkasnya. (Z-9)